Misteri Dewi Kumbini Pusaranya Pantang Dibersihkan



Dikeramatkan Dan Banyak Diziarahi Orang.Tapi Pusaranya Dipenuhi Rumput Liar Dan Rimbunan Daun Ilalang. Tak Seorang Pun Yang Berani Membersihkannya. Konon, Kalau Dibersihkan Akan Banyak Warga Ponorogo Yang Selingkuh.


Di kelurahan Kertosari, Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Tepatnya di belakang Mesjid Kyai Ageng Besari, ada sebuah komplek pemakaman kuno yang bernama Makam Gedong.  Di kompleks pemakaman inilah Makam Dewi Kumbini berada.

Yang aneh, sejak meninggal pada sekitar abad XV, pusara selir Bupati Ponorogo I, ini pantang dibersihkan, seperti layaknya makam-makam lain. Konon kalau dibersihkan, maka dipercaya  akan banyak warga kota reog Ponorogo terlibat perselingkuhan.

Menurut cerita, berlakunya kepercayaan nyeleneh itu adalah akibat kutukan dari Bupati Ponorogo I, Bathara Katong, kepada selirnya yang bernama Dewi Kumbini.

Didalam kompleks pemakaman Makam Gedong, ada dua tokoh bangsawan yang dimakamkan, yakni makam Warok Suromenggolo, serta Dewi Kumbini. Walau makam keduanya berdampingan, sebenarnya mereka tak memiliki pertalian darah.

Makam Warok Suromenggolo tampak bersih dan rapih, namun tidak demikian dengan makam Dewi Kumbini. Makam itu nampak tidak terawat ditumbuhi rumput liar nyaris menutupi kedua batu nisannya.

Menurut Suparman, 55 tahun warga yang tinggal didepan kompleks pemakaman gedong, sebenarnya bukan kehendak warga memperlakukan perbedaan dalam merawat makam kedua tokoh itu. Sejak jaman dulu Makam Dewi Kumbini memang tidak pernah dibersihkan.

Suparman menyebutkan, jika sampai ada warga yang membersihkan makam Dewi Kumbini, maka akan berakibat buruk bagi masyarakat  Kelurahan Kertosari khususnya dan kota Ponorogo umumnya. Akan banyak perselingkuhan

Menurut cerita, kejadian tentang perselingkuhan massal warga Ponorogo akibat tulah makam Dewi Kumbini dibersihkan, pernah terjadi dua kali. Pertama tahun 50-an, dan yang kedua pada tahun 70-an.

Di tahun 50-an ada salah seorang warga luar kota Ponorogo yang datang berziarah ke makam Dewi Kumbini. Karena tidak tahu pantangan yang berlaku di makam itu, si peziarah mencabuti rumput ilalang yang tumbuh di atas pusara sebelum menaburkan bunga. Akibatnya, selang tak beberapa lama, santer informasi banyak warga yang selingkuh.

Begitu juga pada tahun 70-an. Tentang adanya perselingkuhan massal di Ponorogo terdengar lagi. Gara-garanya seorang pemuda dari luar kelurahan Kertosari, tidak percaya tentang adanya pantangan yang berlaku pada makam tersebut. 

Karena itu, ketika pemuda ini sedang berziarah ke makam leluhurnya yang kebetulan di makam kan di kompleks pemakaman gedong, dia nekad mencabuti ilalang yang tumbuh liar di atas pusaranya.

Akibatnya, sama seperti pada tahun 50-an. Beredar kabar banyak warga yang melakukan perselingkuhan. Sejak itulah, tak ada lagi warga yang berani main-main dengan makam Dewi Kumbini. Jangankan membersihkannya mencabut sebatang ilalang yang tumbuh di atas pusaranya saja, tak ada yang berani melakukannya.

Lalu, siapa sebenarnya Dewi Kumbini yang sangat ditakuti warga Ponorogo kalau makamnya dibersihkan?

Di zaman dulu ketika Majapahit hampir runtuh di abad XV karena gempuran prajurit kerajaan Demak, saat itu yang duduk sebagai Bupati Ponorogo adalah Bathara Katong. Sekaligus sebagai Bupati pertama di Ponorogo yang saat itu masih berpredikat Adipati.

Sudah tak asing lagi di zaman dulu, penguasa setingkat Adipati mempunyai istri lebih dari satu. Begitu juga halnya dengan Bathara Katong.

Sebagai pejabat publik, kegemaran Bathara Katong adalah kesenian gamyong atau yang lazim disebut Tayub. Karena kegemarannya ini, selain kelompok kesenian lokal tak jarang sang Adipati mendatangkan kesenian gamyong dari luar daerah. Salah satunya yang diundang adalah kesenian gamyong dari Trenggalek, Jawa Timur, yang saat itu dikenal dengan penarinya yang cantik-cantik.

Suatu ketika, sebuah kesenian gamyong dari Trenggalek ini di undang ke pendopo Kabupaten, saat itulah sang Adipati tertarik akan kecantikan salah seorang penarinya yang bernama Dewi Kumbini.

Gayung pun bersambut saat sang Adipati mengutarakan isi hatinya, dengan penuh sukacita sang Dewi pun menerimanya. Padahal pada saat itu, Dewi Kumbini hanya dijadikan selir yang kesekian puluh oleh Bathara Katong. Tapi pada masa itu dijadikan selir oleh seorang Adipati merupakan suatu kebanggaan bagi seorang penari gamyong.

Sejak saat itulah Dewi Kumbini resmi menjadi selir Bathara Katong, dan tinggal di taman Putri kadipaten. Sejak Dewi Kumbini tinggal di sana banyak selir yang iri dengannya. Rupanya, hal ini dikarenakan tak ada seorang selirpun menandingi kecantikannya. Bahkan permaisuri saja, masih kalah cantik dengan Dewi Kumbini.

Namun tidak ada kisah atau tutur yang menyebutkan, apakah dari hasil perkawinan  Bathara Katong dengan Dewi Kumbini ini dikaruniai putra atau tidak, tapi diantara banyak istri dan selir Bathara Katong hanya Dewi Kumbini lah yang paling disayang dan dimanja. Bahkan hingga usia senjanya, Bathara Katong masih tetap memanjakannya.

Karena begitu memanjakan dan menyayanginya, kecemburuan Bathara Katong sangatlah berlebihan. Terbukti, ketika Bathara Katong akan menutup mata, Bathara Katong berpesan agar Dewi Kumbini jangan menikah lagi sepeninggalnya. Bahkan larangan ini disertai dengan ancaman semacam kutukan.

Kutukan itu bunyinya seperti ini: "Jika suatu saat nanti kau menikah lagi sepeninggalku, maka kelak kalau kau meninggal, kuburan mu tidak boleh dibersihkan. Jika ada orang yang membersihkan, maka akan banyak manusia berbuat serong."

Konon, hal tersebut diucapkan karena Bathara Katong masih menganggap Dewi Kumbini masih tetap menjadi istrinya,walau dirinya sudah meninggal. Dengan begitu, jika Dewi Kumbini menikah lagi, maka dianggap sudah berbuat serong.

Sayangnya, sebagai manusia biasa dan masih muda, lebih-lebih sangat cantik lagi, sepeninggal Bathara Katong, Dewi Kumbini berkeinginan untuk menikah lagi. Dia kemudian menikah dengan seorang yang bukan dari keturunan darah biru dan keluar dari taman Putri kadipaten. Dewi Kumbini kembali menekuni dunia lamanya sebagai penari gamyong.

Karena predikatnya sebagai mantan janda Adipati, tawaran untuk tampil menari dari berbagai penjuru mengalir deras, bahkan hingga usianya menjelang senja Dewi Kumbini masih sering diundang untuk menari.

Comments

Popular posts from this blog

Uang Tumbal

Orang Cinengah Garut Pantang Makan Daging Menjangan